Kamis, 04 Juni 2020

RIWAYAT SINGKAT MISIONARIS J. H. BARNSTEIN



Sumber: Majalah Berita GKE No. 19 Triwulan IV Tahun 1993
Isi: Tidak mengalami perubahan, sesuai dengan sumber asli, kecuali pengetikan.

Diterjemahkan oleh Pendeta Hiskia Lesse, S.Th dari Buku yang berjudul: TAMPARAN GEREJA DAYAK TUNTANG PESTA PANGINGAT 100 NYELU

 

Johann Heinrich Barnstein lahir pada tahun 1802 di Jerman Barat. Ayahnya termasuk orang saleh serta setia mengikuti persekutuan yang memahami Firman Allah. Tetapi amat disayangkan, puteranya ini tidak menyukai kegiatan tersebut. la senang mengikuti teman-temannya yang mencari kesenangan duniawi. Sama seperti kaum muda lainnya, ia rajin mempelajari bahasa Perancis kalau dibandingkan kegiatannya mempelajari agama. Kalau mengikuti kebaktian, sewaktu-waktu hatinya tergerak juga oleh Firman Allah, tetapi ia berdiam diri seraya mengatakan: "Ya, nanti saja kalau sudah tua pasti saya akan berubah juga, tetapi baiklah sebelumnya saya merasakan dulu kesenangan dunia ini.
Pada waktu ia berumur 20 tahun, banyak orang mengikuti pertemuan di rumah ayahnya untuk bersama-sama mempelajari Firman Allah. Mulailah hati Barnstein tergerak untuk mempelajari Hukum Utama dan membaca Alkitab serta berdoa dengan sungguh-sungguh. Maka Roh Kudus menyatakan kepadanya segala kekurangannya, dan ia bersuka cita. Hampir 14 hari lamanya ia memohon kepada Allah mengampuni segala dosanya serta memperbaharui hatinya. Maka Allah mengabulkan permohonannya. Suka-cita dan damai sejahtera memenuhi hatinya. la rajin sekali menyaksikan kasih Allah yang sungguh-sungguh dirasakan olehnya.
Tidak lama setelah itu, Barnstein seringkali mendengar berita tentang perkembangan Firman Allah di antara orang kafir. Akhirnya ia dengan bulat hati memberitahukan kepada Jemaat Barmen bahwa ia ingin menjadi pendeta. Lama juga ia takut-takut, hampir tidak berani melaksanakan niat hatinya itu. Namun Roh Kudus senantiasa mengingatkan dia sehingga tidak dapat menghindarkan diri lagi.
Pada tahun 1834 Jemaat Barmen mengutus ia bersama dengan seorang pendeta yang lain berangkat ke Pulau Borneo. Mereka berdua lama bertahan di Betawi karena pemerintah Belanda belum berani memberikan izin bagi mereka untuk melaksanakan pelayanan di Borneo. Tetapi akhirnya Missionar Barnstein dapat juga berangkat ke Banjar, karena mereka melihat ia mempunyai adat-istiadat yang baik dan murah hati. Kunjungannya pada waktu itu singkat saja, yakni ke Banjar, Pulau Petak, Kahayan Hilir, setelah itu ia meneliti juga tempat orang Dayak di bagian rumahnya, maka orang tersebut menyeberang untuk mendengar kebaktian tersebut. Hanya isterinya orang Ngaju tidak mau ikut. Maka ia makin mengerti berita Injil tersebut seraya mengaku nama Allah dan puteraNya Yesus Kristus dengan penuh ketekunan di antara sanak keluarga, sehingga Missionar Barnstein sungguh mengharapkan agar ia segera dibaptiskan. Tetapi ia tidak mau. Alasannya : " Isteri saya melarang ". Tetapi yang sebenarnya hatinya sendiri yang menghalanginya. Ia sendiri telah mengajak banyak orang lain untuk bertobat, menghibur orang lain dengan berita Injil, ya, termasuk juga orang yang murtad dibawa kembali datang kepada persekutuan Jemaat, orang yang sama sekali tidak mengenal agama Kristen telah diajarkannya, dengan suka-cita ia mengajak mereka itu dibaptiskan, tetapi sungguh mengherankan, ia sendiri akhirnya menyembah Allah lain.
Kemudian dengan penuh ketakutan dan menangis, ia datang kepada pendeta menyatakan penyesalannya. Begitulah ia sendiri meminta Allah memukul, memenjarakan dia agar hatinya sedih dan tidak sesat lagi, Allah memang sudah memenjarakan dia, tetapi ketegaran hatinya senantiasa. Pada mulanya ia hidup dalam kemiskinan, tetapi ia dibantu oleh Missionar Barnstein sehingga ia mampu mendirikan rumah sendiri dimana ia boleh hidup tenang. Dia sangat berterima kasih atas bantuan tersebut, juga karena telah mengajar dia serta mendorong dia membuat patung lagi.... Barat di Kapuas Bohang. Tetapi kalau ia membandingkan bagian Pontianak dengan bagian selatan, ia mengambil kesimpulan untuk memulai pekerjaannya di kalangan orang Dayak Ngaju daerah Borneo Selatan. Tetapi sebelumnya ia kembali ke Betawi menunggu 3 orang pendeta yang baru. Mereka bertiga itu, yakni : Pendeta Hupperts, Pendeta Becker, dan Pendeta Krusman. Selanjutnya mereka bertiga langsung diantar oleh Barnstein ke Banjar.
Pada tanggal 3 Desember 1936 mereka sampai ke Banjar. Tidak lama setelah itu Pendeta Krusman menderita sakit dan meninggal. Pendeta Hupperts dan Pendeta Becker telah mudik dan menetap tinggal di Pulau Petak serta Kahayan Hilir. Hanya Missionar Barnstein sendiri tinggal di Banjar, Dari sana ia terus-menerus memberikan bantuan kepada para pendeta yang melayani orang Ngaju. Ia sering mengunjungi mereka.
Banjar pada waktu itu mempunyai penduduk sekitar 30.000 orang, hampir semuanya orang Islam. Maka Missionar Barnstein memberitakan Injil kepada mereka dengan lemah lembut serta kemurahan hati. Pada mulanya orang Melayu itu amat haus membaca buku-buku yang dibawa oleh Misssionar Barnstein. Tetapi lama kelamaan mereka tidak mau lagi memperhatikan yang lain selain dari Alqur'an milik mereka. Nampaknya pekerjaan Missionar Barnstein untuk mereka itu selama 27 tahun seperti tidak mempunyai arti apa-apa.
Hampir sama keadaannya dengan pekerjaan di kampung Cina. Anak-anak mereka memang rajin datang kesekolah, dan orang dewasa sangat senang kalau Missionar Barnstein berkunjung kerumah mereka. Kalau ia mereka memberitakan Injil, mereka memuji pemberitaan tersebut, mengatakan semua itu benar dan baik. Tapi hanya itu. Jika ada orang yang tidak mengenal mereka, ia menyangka pada hari lainnya tentu mereka memberitahu bahwa mereka bertobat. Tetapi memang mereka tidak mau.
Ada salah seorang Cina yang mulanya mendekati serta memberitahukan harapannya kepada Missionar Barnstein. la sangat haus mempelajari agama yang baru itu. Pada waktu sekolah pendela mulai dibuka, ia mendaftarkan 6 orang masuk sekolah tersebut dan ia sendiri ikut juga belajar bersama mereka. Ia pun mengikuti kebaktian padahari Minggu. Kalau Barnstein melaksanakan kebaktian di.... serta menyembahnya. Demikianlah keadaan terus-menerus sampai meninggal dunia tidak sempat dibaptiskan. Nampaknya benih padi dapat jatuh di atas tanah yang baik, seraya bertunas, tetapi di bawahnya ada batu yang menghalang akamya masuk ke dalam tanah.
Orang lain sudah lama membuang kepercayaan lama oleh iman kepada Anak Domba. Namun Misionar Barnstein sungguh orang yang sabar, murah hati, ia berharap dengan segala sesuatu serta sabar menunggu segala sesuatu, semoga akhirnya dapat berhasil baik. Ia berharap orang Melayu yang banyak jumlahnya itu mengalami hal yang sama. Anak-anak raja seringkali senang ngomong-ngomong dengan pendeta. Mereka senang menerima tulisan yang diberikan Missionar Barnstein kepada mereka, dan mereka pun pada waktu itu juga membicarakan isinya.
Misionar Barnstein melayani juga orang-orang Belanda yang ada di Banjar. Ia ingin sekali menjadi berkat bagi mereka. Ada juga orang kulit putih bersekutu dengan dia secara sungguh-sungguh memelihara agama, contohnya Residen yang mula-mula menemui Barnstein. Setiap hari Minggu Barnstein melayani kebaktian untuk orang-orang Eropa di rumah Residen. Residen beserta anak buahnya senantiasa mengikuti persekutuan tersebut, orang-orang Belanda lainnya diundang mempergunakan surat. Residen bertekad membangun gedung gereja di Banjar. Barnstein banyak juga melayani. orang-orang Belanda. la membaptiskan anak mereka serta mengajar mereka sehingga bisa angkat sidi, meneguhkan/memberkati pernikahan mereka, menggembalakan mereka serta melayani ibadah pemakaman. Isterinya seringkali mengikuti perjalanannya dalam kunjungan kerumah-tangga orang Eropa dan orang Banjar. Nyonya Barnstein mengajar remaja puteri menyulam dan membordir.
Tetapi meskipun begitu Misionar Barnstein suka hidup dalam kedamaian dengan semua orang. Oleh karena kebaikannya, kepandaiannya berbicara, kemurahan hati dan kebijaksanaannya, maka orang-orang kulit putih juga segan terhadapnya. Tidak ada yang berani mengganggu dia. Akhimya Pemerintah memberikan bintang kepadanya.
Selama ia tinggal di Banjar, ia menerima juga banyak pendeta yang baru datang dari seberang. Mereka telah menginap dirumahnya, baik sebentar maupun dalam waktu yang lama. Pekerjaan mereka di Palingkau, Pulau Telo, Penda Alai, Maratowo dan Tamiang Layang mulai berkembang. Anak-anak sekolah sudah berjumlah 1.000 orang, sedangkan anggota Jemaat berjumlah sekitar 250 orang setelah parapendeta bekerja selama 22 tahun lamanya. Pada tahun yang ke-23 Missionar Barnstein telah mengunjungi para pendeta dipedalaman, ia sangat bersuka cita karena telah melihat kemajuan pemberitaan Injil serta kebulatan hati mereka yang memberitakannya. Tetapi setelah itu tiba-tiba kebun yang baik milik Allah di kalangan orang-orang Dayak menglami kerusakan yang berat, yakni pada tahun 1859, pada waktu itu para pendeta di bunuh. Sebagian dari mereka menyelamatkan diri ke Banjar. Mereka menginap di rumah Barnstein. Pada mulanya sesak bagi mereka menginap di rumah tersebut dan ada bahaya yang datang oleh karena kerusuhan masih saja berlangsung selama 2 (dua) tahun. Namun tidak lama kemudian Misionar Barnstein dan Ny. Rott kembali ke Eropa, pendeta Denninger bersama pendeta Klammer berangkat ke Sumatera, lain dari pada itu pendeta Van Houten memperoleh rumah sendiri di Banjar bagian Hilir, pendeta Zimmer tinggal bersama Misionar Barnstein. Mereka berdua telah menolong Barnstein melaksanakan segala pekerjaan melayani Jemaat kelompok Ngaju yang ikut melarikan diri serta menetap di Banjar.
Sampai menjelang akhir hidupnya Misionar Barnstein mampu melayani orang-orang Hindia dan Eropa. Apalagi ia mengunjungi mereka dikampung Cina, mereka merasakan seperti seorang Paman " mengunjungi mereka, lain dari itu menurut perasaan Barnstein bahwa hubungan dengan orang Melayu makin kendor. Pada suatu ketika seorang murid Barnstein menceritakan kepada penulis sebagai berikut: Kalau Misionar Barnstein memberikan penjelasan tentang Firman Allah dalam kebaktian mempergunakan bahasa Melayu, kedengarannya sungguh menyenangkan, berharga dan baik. Ucapan itu' masuk hati saya seperti minyak. Lagi pula dia itu lemah-lembut hatinya, ia mampu bersabar, ia menungggu kalau memang menunggu.” Demikianlah ucapan seorang tua yang mengaku dirinya sudah begitu jauh tersesat dari antara jemaat.
Pada usia lanjut Missionar Barnstein seringkali jatuh sakit. Keadaannya itu memperingatkan dia agar bersiap diri meninggalkan dunia ini. Jauh sebelum meninggal dunia ini, peti jenazahnya sudah dipersiapkan, disimpannya dibawah rumahnnya. Penyakit yang dideritanya di bagian dada. Dengan penuh kesukaaan ia menantikan kebebasan tubuhnya. Pada saat penderitaannya itu seringkali berkata, "Kesengsaraan selama hidup sementara di dunia ini tidak seberapa kalau dibandingkan dengan kemuliaan yang nantinya akan dinyatakan serta dikaruniakan untuk kita. Ini hanya penderitaan tubuh saja. Terlebih lagi kesengsaraan mereka tidak mempunyai Juruselamat. la telah mempersiapkan diri untuk meninggalkan dunia ini. Bertambah berat penderitaannya, bertambah jelas Tuhan menyatakan kepadanya kasih dan karunia.
Pada malam hari ia sering sekali berbicara dengan Tuhan. Isterinya merasakan juga bahwa Tuhan Yesus sungguh dekat. Semua orang yang menjenguk Barnstein pada waktu ia sakit, sangat heran melihat suka-cita serta ketenangan selama menderita sakit. Hati orang lain dan orang Kristen yang sesat, sungguh dikirakan oleh keadaannya itu. seorang muridnya yang telah mengundurkan diri dari jalan yang sempit itu, sangat menyesal dan sambil menangis berlutut dekat kaki gurunya.
Pada waktu Misionar Barnstein mengikuti perjamuan kudus bersama-sama dengan saudara serta teman akrabnya di dalam Tuhan, hati mereka semua diteguhkan serta diperingatkan oleh Tuhan. Makin lama makin sukar keinginan Tuhan itu untuk berpindah bersama Kristus. "Jangan kalian memohon kesehatan untuk saya, ya, biarkan saya masuk dalam kesukaan pemilikku", Begitulah ucapan kepada saudara-saudaranya. Pada suatu ketika ia berkata kepada isterinya, "nanti kalau engkau pulang ke Eropa, sungguh sedikit saja kawanmu yang mengenal engkau sejak dulu. Tetapi saya, kalau sudah sampai tempat kediamanku, maka saya akan bertemu dengan Nabi dan Rasul, dengan saudara-saudara yang lebih dulu berangkat dari saya, dan yang paling utama, saya nantinya akan melihat Dia tumpuan kasihku, yang telah mencurahkan darah-Nya yang sangat berharga itu demi saya". Kata isterinya menjawab perkataannya itu, "0 seandainya aku boleh, aku bersama engkau kesana. Kiranya kasih karunia Tuhan cukup untukmu.", kata Barnstein menghiburnya. "Nanti engkau menyusul saya". Sedikit hari lagi, keadaannya berubah. Perkataan yang berharga serta dalam artinya itu makin jarang terdengar tetapi wajahnya makin tenang. Penderitaannya tidak dirasakannya lagi. Beberapa jam scbelum ia meninggal, ia berkata kepada isterinya: "Lina, saya telah melihat malaikat sudah datang hendak menjemput saya. Jangan gelisah hatimu seperti orang yang tidak mempunyai pengharapan. Lebih baik engkau bersandar pada Tuhan dan pengasih-Nya. Kiranya Dia memberikan kekuatan kepadamu".
Pendeta Zimmer, pendeta Van Hocten dan pendeta Dietrich sudah berkumpul untuk berdoa. Ucapan mereka diakhiri oleh Barnstein : "Amin! " Setelah itu ia menatap isterinya sekali lagi dengan penuh sukacita, dan dengan penuh ketenangan ia menarik nafasnya yang penghabisan. Ia selamat dan sentosa, itulah yang dirasakan oleh mereka menyaksikan ia menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Hampir tiga puluh tahun lamanya Barnstein yang pemurah hati dan peramah itu bekerja di Banjar. Dia anak sulung orang Eropa di kota tersebut. Beribu-ribu orang dari bangsa Melayu, Cina dan Eropa telah mengantar jenazah tuan itu ke kuburan pada hari Minggu 11 Oktober 1863, Bapak Residen sendiri telah mengatur acara penguburan. Di kompleks kuburan orang Eropa di belakang benteng, Misionar Barnstein dimakamkan dekat pendeta Krusman, Himmelman, Berger dan Becker. Pendeta Van Houten(Van Hoefen) telah berkata di depan orang banyak tentang Ibrani 13 : 7, berbunyi : "Ingatlah mereka, yang mengajar kami, yang memberitahukan Firman Allah untuk kamu, memang baik mengikuti kepercayaan mereka itu sambil mengingat akhir hidup mereka".





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bersyukurlah

Berpikir positif