Sumber: Majalah Berita GKE No. 19 Triwulan IV Tahun
1993
Isi: Tidak mengalami perubahan, sesuai dengan sumber
asli, kecuali pengetikan.
Diterjemahkan oleh Pendeta Hiskia Lesse, S.Th
dari Buku yang berjudul: TAMPARAN GEREJA DAYAK TUNTANG PESTA PANGINGAT
100 NYELU
Johann Heinrich Barnstein lahir
pada tahun 1802 di Jerman
Barat. Ayahnya termasuk orang saleh serta setia mengikuti persekutuan yang
memahami Firman Allah. Tetapi
amat disayangkan, puteranya ini tidak menyukai kegiatan tersebut. la senang
mengikuti teman-temannya yang
mencari kesenangan duniawi. Sama seperti kaum muda lainnya, ia rajin
mempelajari bahasa Perancis kalau dibandingkan
kegiatannya mempelajari agama. Kalau mengikuti kebaktian,
sewaktu-waktu hatinya tergerak juga oleh
Firman Allah, tetapi ia berdiam diri seraya mengatakan: "Ya, nanti saja kalau sudah tua pasti saya akan berubah juga, tetapi baiklah sebelumnya
saya merasakan dulu kesenangan
dunia ini.”
Pada waktu ia berumur 20 tahun, banyak orang mengikuti pertemuan di rumah ayahnya untuk
bersama-sama mempelajari
Firman Allah. Mulailah hati Barnstein tergerak untuk mempelajari Hukum Utama dan
membaca Alkitab serta
berdoa dengan sungguh-sungguh. Maka Roh Kudus menyatakan kepadanya segala
kekurangannya, dan ia bersuka cita.
Hampir 14 hari lamanya ia memohon kepada Allah mengampuni segala dosanya serta
memperbaharui hatinya. Maka
Allah mengabulkan permohonannya. Suka-cita dan damai sejahtera memenuhi hatinya.
la rajin sekali menyaksikan
kasih Allah yang sungguh-sungguh dirasakan olehnya.
Tidak lama setelah itu, Barnstein
seringkali mendengar berita
tentang perkembangan Firman Allah di antara orang kafir. Akhirnya ia dengan bulat
hati memberitahukan kepada Jemaat
Barmen bahwa ia ingin menjadi pendeta. Lama juga ia takut-takut, hampir tidak
berani melaksanakan niat hatinya itu.
Namun Roh Kudus senantiasa mengingatkan dia sehingga tidak dapat menghindarkan diri
lagi.
Pada tahun 1834 Jemaat Barmen
mengutus ia bersama dengan
seorang pendeta yang lain berangkat ke Pulau Borneo. Mereka berdua lama bertahan
di Betawi karena pemerintah
Belanda belum berani memberikan izin
bagi mereka
untuk melaksanakan pelayanan di Borneo. Tetapi akhirnya Missionar Barnstein
dapat juga berangkat ke Banjar,
karena mereka melihat ia mempunyai adat-istiadat yang baik dan murah hati.
Kunjungannya pada waktu itu singkat
saja, yakni ke Banjar, Pulau Petak, Kahayan Hilir, setelah itu ia meneliti juga
tempat orang Dayak di bagian rumahnya,
maka orang tersebut menyeberang untuk mendengar
kebaktian tersebut. Hanya isterinya orang Ngaju tidak mau ikut. Maka ia makin
mengerti berita Injil tersebut seraya
mengaku nama Allah dan puteraNya Yesus Kristus dengan penuh ketekunan di antara sanak
keluarga, sehingga Missionar
Barnstein sungguh mengharapkan agar ia segera dibaptiskan. Tetapi ia tidak mau.
Alasannya : " Isteri saya melarang ".
Tetapi yang sebenarnya hatinya sendiri yang menghalanginya. Ia sendiri telah mengajak
banyak orang lain untuk
bertobat, menghibur orang lain dengan berita Injil, ya, termasuk juga orang
yang murtad dibawa kembali datang
kepada persekutuan Jemaat, orang yang sama sekali tidak mengenal agama Kristen
telah diajarkannya, dengan suka-cita
ia mengajak mereka itu dibaptiskan, tetapi sungguh mengherankan, ia sendiri akhirnya
menyembah Allah lain.
Kemudian dengan penuh ketakutan
dan menangis, ia datang kepada pendeta menyatakan
penyesalannya. Begitulah
ia sendiri meminta Allah memukul,
memenjarakan dia agar
hatinya sedih dan tidak sesat lagi, Allah memang sudah memenjarakan dia, tetapi
ketegaran hatinya senantiasa. Pada
mulanya ia hidup dalam kemiskinan, tetapi ia dibantu oleh Missionar Barnstein sehingga
ia mampu mendirikan rumah
sendiri dimana ia boleh hidup tenang. Dia sangat berterima
kasih atas bantuan tersebut, juga karena telah mengajar dia serta mendorong dia
membuat patung lagi.... Barat
di Kapuas Bohang. Tetapi kalau ia membandingkan bagian Pontianak dengan bagian
selatan, ia mengambil kesimpulan
untuk memulai pekerjaannya di kalangan orang Dayak Ngaju daerah Borneo
Selatan. Tetapi sebelumnya ia kembali
ke Betawi menunggu 3 orang pendeta yang baru. Mereka
bertiga itu, yakni : Pendeta Hupperts, Pendeta Becker, dan Pendeta Krusman. Selanjutnya mereka
bertiga langsung
diantar oleh Barnstein ke Banjar.
Pada tanggal 3 Desember 1936
mereka sampai ke Banjar.
Tidak lama setelah itu Pendeta Krusman menderita sakit dan meninggal. Pendeta
Hupperts dan Pendeta Becker telah
mudik dan menetap tinggal di Pulau Petak serta Kahayan Hilir. Hanya Missionar
Barnstein sendiri tinggal di
Banjar, Dari sana ia terus-menerus memberikan bantuan kepada para pendeta yang melayani
orang Ngaju. Ia sering mengunjungi
mereka.
Banjar pada waktu itu mempunyai
penduduk sekitar 30.000
orang, hampir semuanya orang Islam. Maka Missionar
Barnstein memberitakan Injil kepada mereka dengan lemah lembut serta
kemurahan hati. Pada mulanya orang
Melayu itu amat haus membaca buku-buku yang dibawa oleh Misssionar Barnstein.
Tetapi lama kelamaan mereka
tidak mau lagi memperhatikan yang lain selain dari Alqur'an milik mereka. Nampaknya
pekerjaan Missionar Barnstein
untuk mereka itu selama 27 tahun seperti tidak mempunyai arti apa-apa.
Hampir sama keadaannya dengan
pekerjaan di kampung Cina.
Anak-anak mereka memang rajin datang kesekolah, dan orang dewasa sangat senang
kalau Missionar Barnstein berkunjung
kerumah mereka. Kalau ia mereka memberitakan Injil, mereka memuji pemberitaan
tersebut, mengatakan semua
itu benar dan baik. Tapi hanya itu. Jika ada orang yang tidak mengenal mereka, ia menyangka
pada hari lainnya tentu mereka memberitahu bahwa
mereka bertobat. Tetapi
memang mereka tidak mau.
Ada salah seorang Cina yang
mulanya mendekati serta memberitahukan
harapannya kepada Missionar Barnstein. la
sangat haus mempelajari agama yang baru itu. Pada waktu
sekolah pendela mulai dibuka, ia mendaftarkan
6 orang
masuk sekolah tersebut dan ia sendiri ikut juga belajar bersama mereka. Ia pun
mengikuti kebaktian padahari Minggu. Kalau Barnstein melaksanakan kebaktian di.... serta menyembahnya. Demikianlah
keadaan terus-menerus sampai
meninggal dunia tidak sempat dibaptiskan. Nampaknya
benih padi dapat jatuh di atas tanah yang baik, seraya bertunas, tetapi di
bawahnya ada batu yang menghalang
akamya masuk ke dalam tanah.
Orang lain sudah lama membuang
kepercayaan lama oleh iman
kepada Anak Domba. Namun Misionar Barnstein sungguh orang yang sabar, murah
hati, ia berharap dengan segala
sesuatu serta sabar menunggu segala sesuatu, semoga akhirnya dapat berhasil baik. Ia
berharap orang Melayu yang
banyak jumlahnya itu mengalami hal yang sama. Anak-anak raja seringkali senang
ngomong-ngomong dengan
pendeta. Mereka senang menerima tulisan yang diberikan Missionar Barnstein
kepada mereka, dan mereka pun
pada waktu itu juga membicarakan isinya.
Misionar Barnstein melayani juga orang-orang
Belanda yang ada
di Banjar. Ia ingin sekali menjadi berkat bagi mereka. Ada juga orang kulit
putih bersekutu dengan dia secara
sungguh-sungguh memelihara agama, contohnya Residen yang mula-mula menemui
Barnstein. Setiap hari Minggu
Barnstein melayani kebaktian untuk
orang-orang Eropa di
rumah Residen. Residen beserta anak buahnya senantiasa mengikuti persekutuan
tersebut, orang-orang Belanda
lainnya diundang mempergunakan surat. Residen bertekad membangun gedung gereja
di Banjar. Barnstein banyak
juga melayani. orang-orang Belanda. la membaptiskan
anak mereka serta mengajar mereka
sehingga bisa
angkat sidi, meneguhkan/memberkati pernikahan mereka, menggembalakan mereka
serta melayani ibadah pemakaman.
Isterinya seringkali mengikuti perjalanannya dalam kunjungan kerumah-tangga
orang Eropa dan orang Banjar.
Nyonya Barnstein
mengajar remaja puteri menyulam dan
membordir.
Tetapi meskipun begitu Misionar
Barnstein suka hidup dalam
kedamaian dengan semua orang. Oleh
karena kebaikannya,
kepandaiannya berbicara, kemurahan hati dan
kebijaksanaannya, maka orang-orang kulit putih juga segan terhadapnya. Tidak ada yang
berani mengganggu dia. Akhimya
Pemerintah memberikan bintang kepadanya.
Selama
ia tinggal di Banjar, ia menerima juga banyak pendeta yang baru datang dari
seberang. Mereka telah menginap dirumahnya, baik sebentar maupun dalam waktu yang lama. Pekerjaan mereka di
Palingkau, Pulau Telo, Penda
Alai, Maratowo dan Tamiang Layang mulai berkembang.
Anak-anak sekolah sudah berjumlah 1.000 orang,
sedangkan anggota Jemaat berjumlah sekitar
250 orang
setelah parapendeta bekerja selama 22 tahun lamanya. Pada tahun yang ke-23 Missionar
Barnstein telah mengunjungi
para pendeta dipedalaman, ia sangat bersuka cita karena telah melihat
kemajuan pemberitaan Injil serta kebulatan
hati mereka yang memberitakannya. Tetapi setelah itu tiba-tiba kebun yang baik
milik Allah di kalangan orang-orang Dayak menglami kerusakan yang berat, yakni
pada tahun
1859, pada waktu itu para pendeta di bunuh. Sebagian dari mereka menyelamatkan diri ke
Banjar. Mereka menginap di
rumah Barnstein. Pada mulanya sesak bagi mereka menginap di rumah tersebut dan
ada bahaya yang datang oleh
karena kerusuhan masih saja berlangsung selama 2 (dua) tahun. Namun tidak lama
kemudian Misionar Barnstein dan
Ny. Rott
kembali ke Eropa, pendeta Denninger bersama pendeta Klammer berangkat ke
Sumatera, lain dari pada itu pendeta
Van Houten memperoleh rumah sendiri di Banjar bagian Hilir, pendeta Zimmer
tinggal bersama Misionar Barnstein.
Mereka berdua telah menolong Barnstein melaksanakan
segala pekerjaan melayani Jemaat kelompok Ngaju
yang ikut melarikan diri serta menetap di Banjar.
Sampai menjelang akhir hidupnya Misionar Barnstein mampu melayani orang-orang Hindia
dan Eropa. Apalagi ia mengunjungi mereka dikampung
Cina, mereka merasakan seperti
seorang “Paman " mengunjungi mereka,
lain dari itu
menurut perasaan Barnstein bahwa hubungan dengan orang Melayu makin kendor. Pada
suatu ketika seorang murid
Barnstein menceritakan kepada penulis
sebagai berikut: “Kalau Misionar Barnstein
memberikan penjelasan tentang
Firman Allah dalam kebaktian mempergunakan bahasa Melayu, kedengarannya sungguh menyenangkan, berharga dan baik. Ucapan itu'
masuk hati saya seperti minyak.
Lagi pula dia itu lemah-lembut hatinya, ia mampu bersabar, ia menungggu kalau memang menunggu.” Demikianlah ucapan seorang tua
yang mengaku dirinya sudah
begitu jauh tersesat dari antara jemaat.
Pada usia lanjut Missionar Barnstein
seringkali jatuh sakit.
Keadaannya itu memperingatkan dia agar bersiap diri meninggalkan dunia ini. Jauh
sebelum meninggal dunia ini,
peti jenazahnya sudah dipersiapkan, disimpannya dibawah rumahnnya. Penyakit yang
dideritanya di bagian dada.
Dengan penuh kesukaaan ia menantikan kebebasan tubuhnya. Pada saat
penderitaannya itu seringkali berkata, "Kesengsaraan selama hidup sementara di dunia
ini tidak seberapa
kalau dibandingkan dengan kemuliaan yang nantinya akan dinyatakan serta dikaruniakan untuk kita. Ini hanya penderitaan tubuh saja.
Terlebih lagi kesengsaraan mereka
tidak mempunyai Juruselamat”. la telah mempersiapkan diri untuk
meninggalkan dunia ini. Bertambah
berat penderitaannya, bertambah jelas Tuhan menyatakan kepadanya kasih dan karunia.
Pada malam hari ia sering sekali berbicara
dengan Tuhan.
Isterinya merasakan juga bahwa Tuhan Yesus sungguh dekat. Semua orang yang
menjenguk Barnstein pada waktu
ia sakit, sangat heran melihat suka-cita serta ketenangan selama menderita
sakit. Hati orang lain dan orang
Kristen yang sesat, sungguh dikirakan oleh keadaannya itu. seorang muridnya yang telah mengundurkan diri dari jalan yang sempit itu,
sangat menyesal dan sambil menangis
berlutut dekat kaki gurunya.
Pada waktu Misionar Barnstein
mengikuti perjamuan kudus
bersama-sama dengan saudara serta teman akrabnya di dalam Tuhan, hati mereka semua
diteguhkan serta diperingatkan
oleh Tuhan. Makin lama makin sukar keinginan
Tuhan itu untuk berpindah bersama Kristus. "Jangan
kalian memohon kesehatan untuk saya, ya, biarkan saya masuk dalam kesukaan
pemilikku", Begitulah ucapan kepada saudara-saudaranya. Pada
suatu ketika ia berkata kepada
isterinya, "nanti kalau engkau pulang ke Eropa, sungguh sedikit saja kawanmu yang
mengenal engkau sejak
dulu. Tetapi saya, kalau sudah sampai tempat kediamanku, maka saya akan bertemu dengan Nabi dan Rasul, dengan saudara-saudara yang lebih dulu berangkat dari saya, dan yang paling utama,
saya nantinya akan melihat
Dia tumpuan kasihku, yang telah mencurahkan darah-Nya
yang sangat berharga itu demi saya". Kata isterinya menjawab perkataannya
itu, "0 seandainya aku boleh, aku bersama engkau kesana. Kiranya
kasih karunia
Tuhan cukup untukmu.",
kata Barnstein menghiburnya.
"Nanti engkau menyusul saya".
Sedikit hari
lagi, keadaannya berubah. Perkataan yang berharga serta dalam artinya itu makin jarang terdengar tetapi wajahnya makin tenang. Penderitaannya
tidak dirasakannya lagi. Beberapa
jam scbelum ia meninggal, ia berkata kepada isterinya: "Lina, saya telah melihat malaikat sudah datang hendak menjemput saya. Jangan
gelisah hatimu seperti orang
yang tidak mempunyai pengharapan. Lebih
baik engkau
bersandar pada Tuhan dan pengasih-Nya.
Kiranya Dia
memberikan kekuatan kepadamu".
Pendeta Zimmer, pendeta Van
Hocten dan pendeta Dietrich
sudah berkumpul untuk berdoa. Ucapan mereka diakhiri oleh Barnstein : "Amin! " Setelah itu ia menatap isterinya sekali lagi dengan
penuh sukacita, dan dengan penuh
ketenangan ia menarik nafasnya yang penghabisan. Ia selamat dan sentosa, itulah yang
dirasakan oleh mereka menyaksikan
ia menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Hampir tiga puluh tahun lamanya Barnstein yang pemurah hati dan peramah itu bekerja di
Banjar. Dia anak sulung orang
Eropa di kota tersebut. Beribu-ribu orang dari bangsa Melayu, Cina dan Eropa
telah mengantar jenazah tuan
itu ke kuburan pada hari Minggu 11 Oktober 1863, Bapak Residen sendiri telah
mengatur acara penguburan. Di
kompleks kuburan orang Eropa di belakang benteng, Misionar Barnstein dimakamkan
dekat pendeta Krusman, Himmelman,
Berger dan Becker. Pendeta Van Houten(Van
Hoefen) telah berkata
di depan orang banyak tentang Ibrani 13 : 7, berbunyi : "Ingatlah mereka, yang mengajar kami, yang memberitahukan Firman Allah untuk
kamu, memang baik mengikuti
kepercayaan mereka itu sambil mengingat akhir hidup mereka".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar